Teori – Teori kurikulum

Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for students by the school). Sehingga kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas, tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar kelas.

Saylor, Alexabder, dan Lewis (1974), yang menganggap kurikulum sebagai upaya sekolah untuk memengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah.

McNeil (1985) yaitu kurikulum sederhana/ mudah dan kurikulum kompleks/ sulit. Pinar (1978) menggolongkan teori kurikulum menjadi 3, yaitu Aliran Tradisional. Tyler memandang kurikulum sebagai kelas, guru, kursus, unit, pelajaran, dan sebagainya. Hirsch memasukkan konsep pengetahuan dasar dan budaya literasi dalam kurikulum sekolah. Aliran Empirisme Konseptual terfokus pada metodologi riset dari ilmu-ilmu eksakta dan mencoba untuk menghasilkan penyamarataan yang akan memungkinkan pendidik untuk mengendalikan dan meramalkan apa yang terjadi di sekolah. Aliran Rekonseptualis, menekankan kesubyektipan, pengalaman eksistensial, dan seni penafsiran dalam rangka mengungkapkan konflik kelas dan hubungan kekuasaan yang berbeda yang ada dalam masyarakat yang lebih besar.

Eisner dan Vallance (1974) menggolongkan teori kurikulum kedalam 5 konsepsi. (1) Kurikulum yang berorientasi pada aspek kognitif, terkait dengan pengembangan intelektual.(2) Kurikulum yang berbasis teknologi, dalam hal ini fungsi kurikulum terutama adalah untuk menemukan alat-alat efisien.(3) Kurikulum yang berorientasi pada aktualisasi diri, memandang kurikulum sebagai pengalaman yang didesain untuk menghasilkan pertumbuhan pribadi.(4) Kurikulum yang berorientasi pada rekonstruksi social, menekankan pada kebutuhan bermasyarakat.(5) Kurikulum berorientasi pada rasionalisme akademis, menekankan pentingnya standard disiplin dalam membantu yang muda berpartisipasi dalam tradisi kultural barat.

Huenecke’S (1982) menggolongkan 4 jenis teori kurikulum, yaitu (1) Teori yang berorientasi pada structural, menganalisis komponen kurikulum dan hubungan timbal balik antarkomponen. (2) Teori yang berorientasi pada nilai, mengutamakan analisis nilai dan asumsi dari pembuatan kurikulum serta produk yang dihasilkan oleh para pembuat kurikulum. (3) Teori yang berorientasi pada isi, berkonsentrasi pada isi dari kurikulum.(4) Teori yang berorientasi pada proses, berkonsentrasi pada bagaimana kurikulum dikembangkan.

      Ralph W Tyler : 4 pertanyaan pokok inti kajian kurikulum :

• Tujuan

• Pengalaman pendidikan

• Organisasi pengalaman

• Evaluasi

      1963 : Beauchamp : teori kurikulum berhubungan erat dengan teori-teori lain

     Othanel Smith : sumbangan filsafat terhadap teori kurikulum (perumusan tujuan penyusunan bahan)

      Mc Donald (1964) : 4 sistem dalam persekolahan yakni kurikulum, pengajaran, mengajar, belajar

      Beauchamp (1960 – 1965) : 6 komponen kurikulum sebagai bidang studi (1) landasan kurikulum, (2) isi kurikulum, (3) disain kurikulum, (4) rekayasa kurikulum, (5) evaluasi kurikulum, (6) penelitian dan pengembangan

Mauritz Johnson (1967) : membedakan kurikulum (tujuan) dengan proses pengembangan kurikulum. Pengalaman belajar merupakan bagian dari pengajaran

.     J. Galen Taylor dan William M. Alexander dalam buku curriculum planning for better teaching and learning (1956). Menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut “segala usaha untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, di halaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan extra kurikuler

       Harold B. Albertycs. Dalam reorganizing the high school curriculum (1965). Memandang kurikulum sebagai “all school”. Seperti halnya dengan definisi saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan diluar kelas, yang berada dibawah tanggung jawab sekolah.

       Othanel Smith, w.o. Stanley, dan J. Harjan Shores. Memandang kurikulum sebagai “a sequence of potential experience set up in the school for the purpose of diseliping ehildren and youth in group ways of thinking and acthing”. Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka  dapat berfikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.

       William B Ragan, dalam buku modern elementary curriculum (1966) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut: Ragan menggunakan kurikulum dalam arti luas, yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak dibawah  tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan social antara guru dan murid, metode pembelajaran, cara mengevaluasi termasuk kurikulum.

       J. Lloyd Trump dan Dalmes F. Miller dalam bukunya secondary school improfement (1973). Juga menganut definisi kurikulum yang luas, menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervise dan administrasi dan hal-hal structural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.

       Alice Miel juga menganut pendirian yang luas mengenai kurikulum. Dalam bukunya changing the curriculum : a social process (1946) ia mengemukakan bahwa kurikulum juga meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik, dan personalia. Definisi Miel tentang kurikulum  sangat luas yang mencakup yang meliputi bukan hanya pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, aspirasi, cita-cita serta norma-norma melainkan juga pribadi guru, kepala sekolah serta seluruh pegawai sekolah.

       Edward A, Krug dalam secondary school curriculum (1960) menunjukan pendirian yang terbatas tapi realities tentang kurikulum, kurikulum dilihatnya sebagai cita-cita dan usaha untuk mencapai tujuan persekolahan.

Franklin Bobbit : kehidupan manusia terbentuk oleh sejumlah kecakapan, diperoleh melalui pendidikan yakni penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi à TUJUAN Kurikulum. Keseluruhan tujuan & pengalaman menjadi bahan kajian teori kurikulum.  

Caswell : konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat à kurikulum interaktif yang menekankan pada partisipasi guru.

Leave a comment